
Pema Chödrön lahir dengan nama Deirdre Blomfield-Brown di New York City pada tahun 1936. Dia mengatakan bahwa dia memiliki masa kecil yang menyenangkan dalam sebuah keluarga Katolik, tapi kehidupan spiritualnya belum dimulai sampai dia mengikuti sekolah asrama, di mana keingintahuan intelektual nya mulai berkembang .
Pada usia dua puluh satu tahun, Pema menikah. Selama beberapa tahun ke depan, pasangan ini memiliki dua anak, dan keluarganya pindah ke California. Dia mulai belajar di University of California di Berkeley, lulus dengan gelar sarjana sastra Inggris dan kemudian disusul sebuah gelar master dalam pendidikan dasar.
Pada usia pertengahan dua puluhan, pernikahan Pema bubar dan dia menikah lagi. Kemudian, delapan tahun kemudian, hubungan itu juga berantakan dan berakhir. “Ketika suami saya bilang dia berselingkuh dan ingin bercerai,” katanya dalam sebuah wawancara dengan Bill Moyers, “Itu adalah suatu momen besar yang tidak beralasan. Pada kenyataanya, kita sadar bahwa hubungan ini sudah tidak dapat dipertahankan lagi secara bersama.”
Dalam upaya untuk mengatasi rasa kehilangan ini, dia menjelajahi berbagai terapi dan tradisi spiritual yang berbeda-beda, tapi tidak ada yang membantu. Lalu ia membaca sebuah artikel oleh Chögyam Trungpa Rinpoche yang menyarankan agar bekerja dengan sepenuh hati daripada mencoba untuk menyingkirkan mereka, dan ini langsung mengena di batin saya. Dia mengatakan, bagaimanapun, bahwa pada saat itu dia tidak tahu apa-apa tentang agama Buddha, dan tidak menyadari bahwa artikel itu sebenarnya ditulis oleh seorang Buddhist.
Melanjutkan eksplorasi nya, Pema bertemu dengan guru Buddha Tibet bernama Lama Chime Rinpoche dan Pema menggambarkan itu sebagai “suatu pengalaman perkenalan yang kuat.” Beliau menyetujui permintaan dari Pema untuk belajar dengannya di London, dan untuk beberapa tahun ke depan dia membagi waktunya antara Amerika Serikat dan Inggris. Ketika di Amerika Serikat, Pema tinggal di pusat Chögyam Trungpa di San Francisco, di mana dia mengikuti saran dari Chime Rinpoche untuk belajar dengan Trungpa Rinpoche. Pema dan Chögyam Trungpa memiliki hubungan yang mendalam, dan ia menjadi guru akar nya. Dia memiliki kemampuan, dia menunjukkan bagaimana Pema terjebak /melekat dalam rutinitas pola kebiasaan.

Trungpa Rinpoche mendukung Pema ketika ia memutuskan untuk tidak menikah lagi atau untuk terlibat dalam hubungan yang lain. “Nafsu makan dan gairah nyata saya ingin masuk lebih dalam,” katanya kepada Lenore Friedman dalam Meeting with Remarkable Women. “Saya merasa bahwa saya entah bagaimana untuk lebih dekat, dan untuk benar-benar terhubung … dengan hal-hal sebagaimana yang … yang saya butuhkan untuk menempatkan semua energi saya ke dalamnya, benar-benar.” Untuk Pema, ini berarti, pada tahun 1974, dia ditahbiskan sebagai biarawati pemula(samaneri) oleh Gyalwa Karmapa keenambelas, kepaladari garis silsilah Karma Kagyu Tibet.

Dikarenakan pentahbisan penuh perempuan menjadi Bhiksuni ditolak dalam tradisi Tibet, Pema tidak berpikir bahwa dia akan pernah mengambil sumpah(Sila) bhiksuni penuh yang akan membuat dia menjadi seorang bhiksuni .Tapi pada tahun 1977, Karmapa mendorongnya untuk mencari seseorang yang diberi wewenang dan bersedia untuk melakukan upacara pentahbisan Bhiksuni. Pencarian ini memakan waktu beberapa tahun dan akhirnya membawanya ke Hong Kong, di mana pada Juli 1981 ia menjadi orang Amerika pertama dalam tradisi Vajrayana yang menjalani pentahbisan bhikshuni.

Langkah besar berikutnya dalam hidup Pema Chödrön adalah untuk membantu Trungpa Rinpoche membangun Gampo Abbey di Nova Scotia. The Abbey, selesai pada tahun 1985, adalah sebuah biara Buddha Tibet Pertama di Amerika Utara untuk pria dan wanita Barat, dan Pema menjadi kepala pengurusnya.
Buku pertama Pema, The Wisdom of No Escape, diterbitkan pada tahun 1991, kemudian diikuti buku berikutnya “Start Where You Are” pada tahun 1994, dan “ When Things fall Apart” pada tahun 1997. Pembaca menjadi tertarik dan terbawa oleh Pema karena ajarannya yang membumi, penuh wawasan, dan retret nya tiba-tiba saja penuh sesak dihadiri banyak orang. Dia sekarang terus-menerus diminta untuk memberikan ceramah dan juga selalu mengambil bagian dalam acara/kegiatan media.
Sementara itu, pada tahun 1994 ia didiagnosis mengalami sindrom kronis-kelelahan dan lpenyakit yang dikarenakan kondisi ingkungan yang tidak kondusif. Dia masih berjuang dengan penyakitnya ketika dia bertemu Dzigar Kongtrul Rinpoche, seorang guru muda Buddha Tibet. “Ada kerinduan ini yang aku punya sejak Trungpa Rinpoche meninggal-yaitu untuk memiliki seseorang yang mengajukan pertanyaan kepada saya,” kata Pema dalam sebuah wawancara di Crusial Point. Hari ini, Kongtrul Rinpoche adalah guru Pema dan Pema mengabdikan dirinya dengan metode latihan yang ketat. Dia juga merupakan Acharya (guru senior) dalam komunitas Shambhala.

Dalam sebuah wawancara tahun 2006 dengan Lion’s Roar, Pema menjelaskan bahwa dia telah belajar dari Kongtrul Rinpoche bahwa segala sesuatu yang kita cari adalah selalu berubah,bagaikan awan yang tidak tetap, namun di balik itu pikiran bisa dikendalikan/dilatih.
“Keadaan yang mendasari keterbukaan pikiran tidak pernah pergi. Ini tidak pernah dapat dirusak oleh semua keburukan dan kegilaan yang kita lihat. “
Di bawah bimbingan Kongtrul Rinpoche, Pema menghabiskan beberapa tahun berfokus pada prakteknya dan pada pemulihan kesehatannya. Baru-baru ini, Pema mengisi jadwal kegitannya yang semakin penuh dalam pengajaran dan penggalangan dana.
Sumber: http://www.lionsroar.com/becoming-pema/

- Fascinated
- Happy
- Sad
- Angry
- Bored
- Afraid
Komentar Anda